AL-HAQ

PENDAHULUAN


Hukum Islam didalam pergaulan hidup manusia memberikan ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban supaya ketertiban hidup masyarakat benar-benar dapat tercapai. Hak dan kewajiban merupakan dua sisi dari sesuatu hal. Contohnya, dala perikatan jual beli, pihak pembeli berhak menerima barang yang dibelinya, tetapi dalam waktu sama berkewajiban menyerahkan harganya. Dilain pihak, penjual berhak menerima harga penjualan barang, akan tetapi dalam waktu yang sama berkewajiban menyerahkan barangnya.
Hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syarak. Disini siapapun yang berhadapan dengan haq selalu ada kewajiban untuk menghormati orang lain. Maka dari itu haq tidak lepas dari kewajiban. Dan untuk lebih jelasnya mengenai haq atau bagaimana teori haq dalam hukum Islam akan kami paparkan dibab selanjutnya.


PEMBAHASAN

A.Pengertian Al Haq / Hak
Hak berasl dari bahasa Arab haqq , secara harfiyah berarti kepastian atau ketetapan, sebagaimana terdapat dalam surat yasin ayat 7 yaitu :

Artinya : Sesungguhnya Telah pasti berlaku perkataan (ketetapan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.
Al Haqq juga memiliki arti menetapkan atau menjelaskan, seperti terdapat pada surat an Anfal ayat 8 yaitu :

Artinya : Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.
Haq juga bisa berate kebenaran sebagaimana dijelaskan dalam surat Yunus ayat 35 yaitu :
Artinya : Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
Dilihat dari segi terminologis ada beberapa pengertian tentang haqq yang dalam Indonesia disebut atau dieja dengan hak antara lain :
Hak adalah himpunan kaidah dan nash-nash syari’at yang harus dipatuhi untuk menertibkan pergaulan manusia baik yang berkaitan perorangan atau berkaitan dengan harta benda. Dari pengertian tersebut dapat diambil kata kuncinya yaitu kaidah dan nash syari’ah. Kata ni sangat dekat dengan kata kunci definisi hukum, yaitu khitab al- Syari. Maka sebagian ahli memahami hak sebagaimana pemahan mereka terhadap hukum.
Apabila diperhatikan, definisi diatas lebih menekankan fungsi syari’at atau aturan hukum sebagai sumber rujukan hak. Jika tidak ada syari’at atau aturan hukum maka hak tidak ada. Maka dari itu, pengertian diatas lebih menekankan aspek sumber atau sandaran hak, dan belum menggambarkan substansi hak. Berikut definisi yang lebih menggambarkan substansi hak yaitu hak dalah kewenangan atas sesuatu yang wajib atas seseorang untuk orang lain. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua substansi hak antara lain :
Pertama, hak sebagai , “ kewenangan atau sesuatu / barang “, yakni hak yang berlaku atas benda (Haqq ‘aini ) seperti hak milik (milikiyah), hak penguasaan atas benda, harta perwalian atas harta dan lainnya. Kedua, hak sebagi keharusan atau kewajiban pada pihak lain (haqq Syahshi) ini dapat dipahami sebagi taklif baik yang berasal dari syara’ seperti hak istri yang terbebankan pada suami, hak anak pada orang tuanya, maupun yang berasl dari akad seperti hak buruh atas upah, hak pelunasan hutang, hak yang muncul dari akad jual-beli, sewa menyewa dan lain sebagainya.
Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa’ berusaha menggabungkan aspek syari’iyyah sebagai sumber hak dan aspek substansial hak dalam definisi hak keistimewaan (ihtishsah) yang dengannya syara’ memetapkan kewenangan atau otoritas (al-syulthah) dan beban (taklif). Apabila diakitkan dengan kedua definisi yang didepan , maka kata ihtishash (keistimewaan) yang dimaksudkan di definisi yang disampaikan oleh Musthafa Ahmad al Zarqa’ dengan sendirinya berupa dua hal yaitu tentang kewenangan tas sesuatu dan keharusan atas seseorang.
Dari kedua keistimewaan tersebut bersumber dari syara’ / keketapan Allah yang dalam bahasa sosiologis dapat juga berarti aturan hukum atas dasar kesepakatan bersama Berikut juga kami jelaskan antara hak dan iltizam. Substansi hak sebagi taklif atau keharusan yang terbebankan pada pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak, sedangkan dari sisi pelaku disebut iltizam. Secara harfiyah iltizam berarti keharusan atau kewajiban. Sedangkan dari sisi istilah, iltizam berarti akibat (ikatan ) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu atau melakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu.
Didefinisi ini, pihak yang terbebani oleh hak orang lain dinamakan multazam lahu atau shahibul haqq. Jadi antara hak dan iltizam keduanya saling terkait dalam satu hubungan timbal balik. Dimana dari sisi penerima disebut hak, dan sisi pemberi disebut iltizam. Dalam akad muawwadhah hak dan iltizam berlaku pada masing-masing pihak. Contohnya, dalam akad jual beli, penjual berstatus multazim sekaligus shahibul haqq.

Didepan sudah dijelaskan bahwa syari’at dan aturan hukum merupakan sumber adanya hak. Bahkan keduanya merupakan sumber utama iltizam. Berikut sumber iltizam yang lainnya yaitu antara lain :
Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak (iradah al ‘aqidain) untuk melakukan sebuah perikatan, seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
Iradah al munfaridah yaitu kehendak sepihak, contonya ketika kita bernadzar.
Al-fi’lun nafi’ yaitu perbuatan yang bermanfaat, contohnya, ketika kita melihat orang lain dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan maka kita wajib menolongnya semampu kita.
Al-fi’lu al-adharr yaitu perbuatan yang merugikan, contohnya, ketika kita melihat orang lain merusak atau melanggar hak / kepentingan orang lain maka ia terbebani oleh iltizam atau kewajiban tertentu.

Iltizam adakalanya berlaku tas harta benda (al-mal), terhadap hutang (al-dain), dan terhadap harta benda yang harus dipenuhi dengan menyerahkan harta benda kepada multazam –lahu, sperti penjual menyerahkan barang kepada pembeli, begitu pula pada pembeli yang keharusan menyerahkan uang pada penjual.
Iltizam terhadap hutang pada dasarnya harus dipenuhi oleh orang yang berhutang secara langsung. Akan tetapi dalam kondisi tertentu hukum Islam memberikan beberapa cara lain pemenuhan iltizam yaitu dengan cara :
Hiwalah yaitu pengalihan iltizam (keharusan membayar hutang) kepada pihak ketiga. Biasanya sistem ini banyak dipraktekkan dalam kehidupan modern. Misalnya, nasbah memilki piutang pada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada bank.
Kafalah yaitu mengumpulkan, menaggung, menjamin yakni jaminan yang diberikan oleh pihak penanggung (al-kfil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua, yitu pihak yang ditanggung (al-makful). Didalam prinsip ini yang terjadi yaitu adanya pengalihan iltizam bukan pengalihan hutang. Disini pihak ketiga (bank) tidak berhak menagih makful, sebaliknya penagihan hutang oleh al-kafil. Kafil hanya bertanggung jawab dalam pelunasan hutang dan tidak bertanggung jawab melunasi hutang.
Taqashi yaitu statu keadaan diman orang berpiutang terhalang menagih piutangnya karena ia sendiri berhutang kepada orang yang berpiutang kepada dirinya. Walaupun begitu , mereka tetap terbebani dengan iltizam masing-masing.

B.Akibat Hukum Suatu Hak
Pertama untuk perlindungan hak, karena Islam memberikan jaminan perlindungan hak setiap orang. Apabila terjadi pelanggaran hak maka pemilik hak boleh menuntut ganti rugi atau kompensasi yang sepadan dengan haknya. Jika terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak, maka pemerintah atau hakim wajib memaksa pihak tetentu agar memenuhi hak orang lain.
Pelindungan hak disini merupakan penjabaran dari prinsip keadilan. Karena demi keadilan diperlukan kekuatan untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya hak. Tanpa jaminan, muncullah pelecehan dan pelanggaran hak orang lain. Dan demi keadilan Islam menganjurkan supaya pemilik hak berlapang dada dan bermurah hati dalam menuntut pemenuhan haknya, khususnya terhadap oang-orang yang dalam kondisi kesulitan. Prinsip ini diperkuat dengan adanya surat Al Baqarah ayat 280 yaitu :

Artinya ;. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.

Kedua, untuk penggunaan hak. Islam dalam hal ini juga memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya sepanjang tidak bertentangan denga hukum Islam. Disini pemilik hak dilarang untuk menggunakan haknya untuk maksiat, karena dalam islam hal tersebut hukumya haram dan pelakunya berdosa. Selain tidak bertentangan dengan syariat juga tidak boleh bertentangan dengan orang lain. Maka, dalam penggunaan hak kita harus sejalan dengan perlindungan hak orang lain. Jika dalam pengguanaan hak ini kita berlebihan dan melanggar kepentingan hak orang lain maupun masyarakat umum maka dalam Islam termasuk Ta’assuf fi isti’malil haqq. Perbuatan tersebut termasuk perbuatan erlarang dan tercela (haram) Berikut dalil yang menegaskan perbuatan tersebut yaitu dalam QS. Al-Baqarah ayat 231 :

Artinya : Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Ayat diatas melarang suami menggunakan hak merujuk dengan tujuan menganiaya istri. Selain ayat diatas hal yang melarang perbuatn tercela tersebut juga didasrkan pada prinsip, bahwa Islam tidaklah bersifat mutlak melainkan bertanggung jawab.Yakni kita menggunakan hak harus disertai tanggung jawab. Selanjutnya didasarkan pada tauhid, yang mengajarkan Allah SWT pemilik hak yang sebenarnya, sedangkan hak yang dimiliki manusia merupakan amanat Allah yang harus dopergunakan sebagaiman yang dikehendaki-Nya.

C.Macam-Macam Hak
Hukum Islam mengenal berbagai macam hak yang pada intinya dapat dibagi menjadi beberapa hak antaralain sebagai berikut :
1.Hak Allah, yaitu hal-hal yang bertujuan untuk kemnafaatan umat manusia pada umumnya. Hak ini sifatnya dinyatakan sebagai hak Allah, untuk menunjukkan betapa penting hak itu, disamping untuk menunjukkan sifat menyeluruhnya. Hak Allah meliputi :
Hal yang merupakan Ibadan murni yang diwajibkan lepada seluruh Amat manusia, seperti iman, salta, puasa, dan hají.
Hal yang merupakan hukuman terhadap pelanggaran larangan-larangan zina, pencurian, minum-miniman keras, menuduh berzina tanpa bukti yang kuat, merampok, dan lainnya.
Hal yang merupakan hukuman, yang hanya berupa hilangnya hak tanpa menimpa diri maupun harta benda terhukum, sepertihilangnya hak waris dari seoarang yang membunuh pewarisnya.
Hal yang memilki sifat Ibadan dan dalam waktu sama juga merupakan hukuman, seperti kifarat melanggar sumpah.
Hal yang bersifat Ibadan murni, tetapi langsung dinikmati oleh orang lain yaitu berupa pengeluaran zakat fitrah dan mal.
Hal yang merupakan pembelaan keselamatan agama Islam sepaerti jihad.
Hal yang menyangkut aturan hubungan keluarga seperti nikah, talak, rujuk, pemberian hak waris dan sebagainya.
Hak Allah adalah perintah dan larangan –Nya. Segala ketentuan Allah yang tidak dapat digugurkan oleh manusia adalah hak Allah, seperti larangan berzina, larangan riba, perintah shalat yang semuanya dimaksudkan untuk menegakkan kebaikan dalam hidup bermasyarakat.
2. Hak Manusia yaitu hak yang berhubungan dengankepentingan perorangan, yang tidak secara langsung menyakut juga masyarakat misalnya, hak penjual untuk memiliki harga barang yang dijualnya, hak istri yang nafkanya yang di bebani kepada suaminya dan sebagainya.
Hak manusia dapat digugurkan oleh manusia sendiri sebagai suatu pelepasan hak untuk orang lain. Misalnya, hak berpiutang atas utang kepada pihak berutang dapat di bebaskan, yang berakibat gugurnya kewajiban membayar uatang oleh pihak berutang.
3 Hak gabungan, yaitu hak gabungan antara hak Allah dan hak manusia mempunyai dua kemungkinan:
a.Hak Allah lebih menonjol dari pada hak manusia.
b.Hak manusia lebih menonjol dari hak Allah.
Kemungkinan pertama dapat dicontohkan seperti hukuman menuduh zina tanpa bukti yang cukup. Apabila penyebab ini menhimbulkan pidana itu ada hal yang sangat perlu di perhatikan, kita melihat adanya dua macam hak, yaitu hak Allah dan hak manusia. Pidana terhadao penuduh zina diadakan dengan maksud untuk menghindarkan pencemaran nama baik orang yang dituduh, dalam hal ini sudah jelas adanya hak manusia. Namun dari segi lain, pidana itu diadakan guna menjerakan orang agar jangan mudah melontarkan tuduhan berzina kepada orang tanpa tidak ada bukti-bukti yang cukup. Dalam hal ini nyata adanya hak Allah.
Diantara kedua hak macam hak tersebjut hak Allah lebih ditonjolkan sebab tuduhan itu mengenai perbuatan zina yang amamt merusak kehidupan masyarakat. Oleh karennya, pihak tertuduh tidak dapat memaafkan pihak penuduh yang akan barakibat gugurnya hukuman. Demikianlah menurut pendapat ulama Hanafi.
Kemungkinan kedua dapat dicontohkan seperti dalam pidana kisas dalam pembunuhan atau penganiayan dengan sengaja. Dalam hal ini Hak Allah terletyak pada ketentuan adanya pidana kisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan sengaja. Dalam hal ini hak Allah terletak pada ketentuan adanya pidana kisas yang dimaksudkan untuk menjerakan si pelaku dan memberikan pelajaran kepada orang lain supaya jangan melakukan pembunuhan atau penganiayaan, namun dalam waktu yang sama kepada keluarga yang terbunuh atau teraniaya di beri hak untuk menggugurkan pidana kisas, diganti dengan diyat yang berupa pembayaran berupa harta oleh pihakl pelakunya. Sebab akibat dari pembunuhan itun laqngsunga diraskan kerugiannya oleh keluarga korban. Demikian juga dalam hal penganiayaan, kerugian langsung yang diraskan korbanya., maka hukum islam lebih mendahulukan hak Manusia dari pada hak Allah daklam masalah kisas ini.
Selain ketiga hak tersebut, di kenai juga adanya hak kebendaan, hak bukan kebendaan, hak terbatas, dan hak tidak terbatas.
4. Hak kebendaan dan Hak Bukan kebendaan
hak kebendaan yaitu hak yang langsung menyangkut benda seperti, seperti hak nafkah istri atau suaminya, hak waris atas harta peninggalan pewaris, hak penjual menerima harga penjualan barang dan sebagainya.
Hak bukan kebendaan ialah hak-hak yang tidak menyangkut benda,seperti hak benda, seperti hak minta cerai bagi seorang istri yang merasa teraniaya oleh suaminya, hak mengasuh anak di bawah umur 7 tahun bagi seorang ibu, hak perwalian dalam akad nikah dan sebagainya.
5. Hak terbatas dan Hak tidak terbatas
hak Allah dan hak manusia ada yang terbatas dan ada pula yang tidak tebatas.
Hak terbatas adalah hak-hak yang tetap menjadi beban dan merupakan utang atas orang mukalaf, yang baru di pandang bebas setelah di bayarkan, misalnya harga barang yang di perjual belikan, harga peganti barang yang di rusakkan, kadar zakat harta dan sebagainya.
Hak tidak terbatas adalah hak-hak yang menjadi kewajiban mualaf tetapi tidak merupakan beban utang. Misalnya, hak orang yang memerlukan pertolongan orang lain. Kewajiban atas orang yang berkemampuanlah untuk memberi prertolongan kepada orang lain yang memerlukan. Ia dapat di tuntut untuk memberi pertolongan, tetapi jika tidak mau memenuhinya, tidak menjadi beban utang yang dapat di tagih kemudian hari.
Pewarisah hak
Hak yang dapat di wariskan hanyalah hak manusia, namun, tidak semua hak manusia dapat di wariskan, ada hak yang dapat diwariskan dan ada hak yang tidak dapat di wariskan.
Mengenai beberapa macam hak manusia mana yang dapat di wariskan dengan yang tidak dapat di wariskan terdapat perbedaan pendapat di kalangan para fukaha. Namun, pada umumnya para fukaha berpendapat bahwa hak-hak yang menyangkut pribadi orang tidak dapat di pindahkan kepada ahli warisnya, seperti hak perwalian dan hak perwakilan. Hak yang dapat di wariskan hanyalah hak yang menyangkut masalah kebendaan, misalnya hak jangka waktu dalam piutang.
Pendukung Hak
Pendukung hak adalah manusia yang memiliki berbagai macam hak kodrati atas pemberian tuhan.
Karena pendukung hak itu adalah manusia, dan sebagaimana telah disebutkan bahwa manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kewajiban, yang menjadi soal sekarang adalah mengenai kecakapan orang yang mendukung haknya terhadap orang lain.
Fikih islam menggunakan istilah ahliyah untuk menunjuk masalah keckapa kecakapan mendukung hak di sebut ahliyatul wujub dan kecakapan menggunakan hak di sebut ahliyatul ada.

0 komentar:

Posting Lama Beranda